Tuesday, August 28, 2007

Risk Management, Trade Off Between Risk and Opportunity

Sudah hampir 2 bulan ini saya meninggalkan blog, bukan karena sebab yang tidak material saya terpaksa tidak menulis namun selama kurun waktu tersebut sumber daya saya baik waktu, tenaga maupun pikiran tercurah habis untuk menuntaskan kewajiban saya. Kewajiban berupa keharusan untuk segera menyelesaikan proses pembangunan, perijinan, dan pembiayaan rumah saya yang baru dan alhamdulillah telah saya huni sejak 29 Juli 2007 yang lalu. Namun demikian saya tetap berkomitmen untuk tetap mengikatkan diri dan hati saya agar dapat selalu berkontribusi dalam hal audit (monitoring dan kontrol internal) dan ekonomi syariah. Dalam kepentingan tersebut, saya kembali duduk di depan laptop untuk menulis kata demi kata yang terangkai menjadi paragraf dan Insya Allah dapat berguna bagi diri saya dan teman-teman sekalian.

Manajemen risiko dapat dipahami secara mudah sebagai kemampuan manajemen untuk memahami, mengidentifikasi, menempatkan, mengukur, dan merawat risiko secara proporsional. Proporsional perlu ditempatkan sebagai kata kunci karena mengandung pengertian bahwa risiko terkait dengan pola bisnis perusahaan. Terkait pula dengan struktur organisasi, span of control, dan pembagian tugas serta kewajiban masing-masing personil. Dalam jasa perbankan, manajemen risiko merupakan tanggung jawab bersama antara komisaris dan manajemen. Bank Indonesia menerapkan kebijakan manajemen risiko yang baku terhadap pelaku perbankan di Indonesia. Komisaris melakukan evaluasi secara berkala minimal setahun sekali terhadap konsep kebijakan manajemen risiko yang diterapkan. Di sisi lain secara teknis manajemen risiko berada dalam tanggung jawab pejabat yang setingkat dan setara dengan Compliance Director. Komite Manajemen Risiko harus bersifat non struktural meskipun satuan kerjanya dapat terdiri dari personil-personil struktural dan ditempatkan dalam struktur organisasi. Beberapa bank masih menggabungkan antara unit kerja manajemen risiko dengan unit kerja pengawasan internal, namun bank yang memiliki ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan yang cukup dalam hal keuangan, infrastrukur, dan sumber daya manusia telah memisahkan antara kedua unit kerja tersebut. Kemampuan untuk memahami risiko penting dilakukan agar manajemen menyadari bahwa dalam proses bisnisnya ada risiko yang melekat dan terkait terhadap bisnis tersebut. Sebagai lembaga keuangan risiko yang dihadapi pasti juga tidak jauh dari aktivitas inti lembaga yakni berkaitan dengan pembiayaan dan simpanan. Risiko gagal bayar merupakan general accepted risk bagi lembaga keuangan. Manajemen perlu sadar dan paham bahwa atas bisnis yang dijalankannya mengandung risiko yang tidak dapat dihindari yang itu sesuatu yang harus terus dipantau.

Kemampuan untuk mengidentifikasi direfleksikan oleh manajemen sebagai kekuatan untuk melihat aspek kegiatan apa saja yang dapat menimbulkan risiko, serta mengelompokkan jenis risiko berdasarkan atas kekhasan masing-masing kegiatan. Struktur organisasi tentu berpengaruh terhadap tugas dan kewajiban masing-masing karyawan. Setiap elemen yang ada dalam sebuah perusahaan tentu mempunyai risiko yang berbeda-beda terhadap pekerjaan yang diembannya. Risiko pekerjaan Direktur Utama tentunya berbeda dengan Risiko pekerjaan Manajer Kantor Cabang, begitu pula risiko Teller berbeda dengan risiko pekerjaan Kabag. Marketing. Atas setiap bagian/divisi yang dimilikinya, perusahaan menempatkan risiko sesuai dengan klasifikasi sumber daya yang dimiliki, kompetensi, dan kepentingan perusahaan. Beragamnya kegiatan yang dapat menimbulkan risiko, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan, terlibatnya transaksi dalam sebuah proses, aspek legal yang harus dipenuhi, merupakan beberapa tolok ukur yang dapat dipergunakan oleh manajemen dalam memberikan penilaian risiko (risk assesment). Seberapa jauh dampak yang terjadi terhadap perusahaan juga memberikan pertimbangan bagi manajemen untuk menilai apakah satu kegiatan berisiko tinggi, moderat, atau rendah. Tim pengendalian internal melakukan review berkala untuk menentukan profil risiko yang dimiliki oleh perusahaan. Perubahan paradigma bagaimana memahami dan memandang manajemen risiko menuntun manajemen untuk mengambil posisi akan membawa ke mana risiko-risiko yang selama ini dialami dan dihadapi. Merubah risiko untuk menjadi peluang merupakan tantangan yang harus dijawab oleh praktisi maupun pemerhati masalah manajemen risiko. Perubahan inilah yang kemudian direfleksikan oleh manajemen sebagai upaya untuk merawat risiko yang timbul.

Praktek-praktek manajemen yang "old fashion" harus bergerak sedikit demi sedikit untuk berkenalan dengan apa yang dinamakan manajemen risiko. Dahulu ketika praktek bisnis belum sekompleks sekarang, belum timbul gejolak ekonomi, belum banyak faktor eksternal yang mempengaruhi langkah manajemen, manajemen risiko dicap sebagai makhluk aneh yang justru akan membebani manajemen dengan pekerjaan baru. Untuk melakukan perubahan membutuhkan energi yang luar biasa dan yang terpenting adalah kesadaran yang ditunjang oleh kemauan untuk berubah. Mau tidak mau apabila menginginkan bisnis yang dijalankan bisa survive dan keluar menjadi pemenang, manajemen risiko sudah perlu diperkenalkan sedini mungkin terhadap manajemen, diadaptasikan, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dengan tujuan agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pengejawantahan tata kelola perusahaan yang baik dan benar (good corporate governance) dilakukan melalui penerapan manajemen risiko sehingga tidak terjadi kesenjangan antara konsep yang sifatnya teoritis dengan praktek tata kelola yang berlaku implementatif. Manajemen risiko, pengendalian dan sistem pemeriksaan internal merupakan komponen esensial sebagai pembentuk konsep good corporate governance.

Masing-masing bisnis tentunya mempunyai penilaian risiko yang beragam, tergantung dari kondisi internal dan eksternal yang membentuk pola operasional bisnis tersebut. Seperti dicontohkan di atas perbankan sebagai bisnis keuangan mempunyai karakteristik "high regulated" sehingga perbankan mempunyai karekteristik risiko yang diseragamkan oleh Bank Indonesia agar pengawasan bisa menjadi lebih mudah. Berbeda misalnya dengan perusahaan telekomunikasi yang memiliki profil risiko sendiri atau perusahaan asuransi yang tentunya mengolah manajemen risikonya sesuai dengan lingkungan bisnisnya. Komisaris, direksi, dan jajaran manajemen pusat harus merumuskan seperti apa pola manajemen risiko yang akan diterapkan untuk selanjutnya kebijakan manajemen risiko tersebut diteruskan ke segenap lini dan elemen perusahaan. Untuk tetap memelihara sikap optimistis dalam melihat peluang usaha, manajemen jangan selalu mempersepsikan risiko sebagai sesuatu yang negatif. Anggapan skeptis terhadap risiko akan semakin membuat manajemen mengambil jarak dengan konsep manajemen risiko. Ada perumpamaan nyata, di mana nyamuk berani mempertaruhkan nyawanya mati ditepuk ketika sedang menghisap setetes darah manusia. Pasti nyamuk sudah mempertimbangkan risiko yang akan dialaminya sebelum menggigit manusia. Demikian juga ketika sebuah saat manajemen berani mengambil risiko untuk tidak membagikan seluruh keuntungan dan sebagian besarnya dialokasikan untuk pengembangan cabang. Dalam kondisi demikian manajemen berani mengambil risiko untuk tampil tidak populis di mata investor dan shareholder dengan tidak mendistribusikan pendapatan sebagai dividen. Namun demikian tentunya sudah diperhitungkan bahwa pada saat itu manajemen lebih membutuhkan dana untuk pengembangan jejaring kantor cabang daripada sekedar mempercantik diri melalui pembagian dividen.

Dalam lembaga pembiayaan ada contoh yang menarik, ketika HSBC, ABN Amro, dan StanChart berani memberikan kredit tanpa agunan untuk nasabah mereka. Dulu banyak kalangan perbankan yang tersontak kaget dan berpandangan negatif ketika ketiga bank asing tersebut dinilai terlalu berani mengambil risiko. Awam pasti menilai bahwa tidak ada kebijakan yang sehat pada ketiga bank tersebut dalam pemberian kredit, sehingga sedemikian beraninya mengalokasikan portfolio kreditnya untuk produk Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang mereka ciptakan. Namun sesungguhnya tidak demikian, mereka melakukan berbagai macam analisa mulai dari pembatasan portfolio untuk jenis kredit tersebut sampai dengan rate of return per portfolio yang ingin dicapai. Salah satu pertimbangan mereka berani memberikan KTA karena dapat memperoleh dana yang murah sebagai sumber pembiayannya. Cost of fund yang timbul dari sumber dana tersebut diproyeksikan tidak akan melebihi pendapatan maupun risiko yang timbul dari kredit yang diberikan tanpa agunan. Bukannya tapi risiko tapi sesungguhnya mereka telah berhasil memahami, mengidentifikasi, menempatkan, sekaligus merawat risiko sehingga apa yang tadinya dicibir orang karena dinilai terlalu berisiko justru menjadi lumbung pendapatan bagi mereka.

Kegiatan pemerintah untuk merubah penggunaan minyak bumi ke gas LPG sebagai sumber energi dapat dijadikan contoh referensi sebagai salah satu pembelajaran model manajemen risiko. Risiko yang paling jelas adalah risiko politik yang timbul, ketika sebagian oposan mempergunakan kesempatan ini untuk menghunjam kebijakan tersebut yang diputarbalikkan sehingga cenderung tidak berpihak kepada rakyat lemah. Risiko anggaran juga timbul dalam jangka pendek ketika pemerintah diharuskan untuk menyediakan dana promosi dan iklan yang besar untuk sosialisasi dimulai dari pengadaan kompor dan tabung gas yang gratis sampai dengan pembuatan iklan layanan masyarakat di berbagai media elektronik. Risiko operasional juga timbul dalam perspektif semua sumber daya manusia di berbagai jajaran departemen akan lebih bekerja keras untuk melakukan pekerjaan besar ini. Mereka yang tadinya hanya bekerja biasa-biasa saja, namun dengan adanya perubahan ini mereka pasti akan diberdayakan juga sebagai agent of development bagi pemerintah. Belum lagi timbul pekerjaan baru bagi Depkominfo untuk menggandeng para pemuka agama, pemuka adat, dan tokoh masyarakat untuk tampil bersama mengkampanyekan pentingnya konversi sumber daya energi ini. Di penilaian risiko yang lain risiko ekonomis juga bakal muncul dalam jangka pendek ketika pemerintah mau tidak mau harus memperkecil volume ekspor LPG ke Jepang sebagai bentuk perimbalan untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri. Pendapatan akan berkurang sangat drastis karena selama ini Jepang dikenal sebagai pasar utama ekspor LPG dari Indonesia. Namun demikian pemerintah menurut pandangan penulis sudah melakukan risk assessment yang tepat ketika berkehendak untuk merubah kondisi ini. Dalam konklusi jangka panjang yang berkesinambungan akan lebih bermanfaat bagi bangsa Indonesia seandainya dapat dengan segera memindahkan sumber daya energi dari minyak tanah ke gas bumi sehingga dengannya pemerintah berani menghadapi risiko yang ada untuk tujuan yang lebih besar.

Perkembangan ekonomi yang makin global membuat peluang usaha dan timbulnya risiko dalam sebuah perusahaan tumbuh bersama-sama. Hal yang tidak dapat dihindarkan tersebut membuat perusahaan terus meningkatkan unsur pengendalian internal dan manajemen risiko untuk kelancaran dalam merebut peluang usaha dan membuat kerangka pengaman agar risiko dapat diperlakukan secara aman. Selain untuk memperkuat infrastruktur, manajemen ingin memastikan bahwa sistem kerja, tekhnologi, dan sumber daya manusia tersedia dan dapat dihadirkan secara lengkap untuk menjawab tuntutan perlunya sistem pengendalian internal dan manajemen risiko yang komprehensif dan integral.

No comments:

Template Designed by Douglas Bowman - Updated to New Blogger by: Blogger Team
Modified for 3-Column Layout by Hoctro