Wednesday, June 20, 2007

Kontribusi Internal Audit dalam Expand and Growth Corporate

Beberapa hari yang lalu, saya chatting dengan mantan pacar (tapi ngga jadi istri, he he he) yang sekarang kerja di Bank Permata Jakarta. Mungkin karena dia telah membaca tiga postingan saya sebelumnya yang membuat dia menyuruh saya menulis suatu artikel tentang Internal Audit. Saya pikir apa yah yang bisa saya tulis... tapi akhirnya nemuin juga theme setelah ngelihat kanan kiri terutama tentang apa yang sekarang terjadi di kantor tempat di mana saya bekerja.

Saya dari dulu sampai sekarang tetap berusaha konsisten untuk untuk tetap meletakkan pekerjaan internal audit masuk dalam ranah Management Support System (MSS) dan dipergunakan sebagai bahan Decision Support System (DSS) yang dilakukan oleh manajemen. Internal auditor harus memahami paling tidak secara konseptual terhadap semua masalah dari front sampai back office dari satu rangkaian operasional perusahaan. Tuntutan ini didasarkan terhadap kebutuhan perusahaan untuk selalu memastikan bahwa seluruh rangkaian aktivitas berada dalam koridor sehat dan aman, di mana monitoring tugas tersebut merupakan salah satu amanat dari manajemen yang harus dilaksanakan oleh internal audit. Merupakan kewajiban pula bagi internal audit untuk memberikan pandangan mengenai efektifitas dan efisiensi dari sebuah mata rantai aktivitas perusahaan.

Di sisi lain perusahaan pasti akan berpegang teguh pada prinsip going concern untuk menjawab tantangan perubahan industri. Meningkat dari keinginan untuk sekedar pemenuhan kebutuhan bertahan dalam persaingan tersebut, perusahaan berusaha keluar untuk menjadi pemenang dari kompetisi tumbuh dan kembang baik dalam sisi penilaian ekonomis, kapitalisasi saham, nilai asset perusahaan, volume produksi, jumlah pelanggan, jaringan kantor cabang maupun dari tinjauan pemekaran jalur distribusi. Untuk mencapai tingkatan yang diharapkan tersebut tentunya korporat telah mempunyai serangkaian perencanaan yang dituangkan dalam bentuk kebijakan operasional, arahan produksi, estimasi anggaran, prosedur tetap, maupun standar operasional. Guna kepentingan tersebutlah korporat membutuhkan internal audit untuk memberi keyakinan kepada manajemen bahwa rangkaian tersebut di atas dapat berjalan dan dilakukan sesuai dengan perencanaan manajemen. Upaya untuk memastikan hal itu akan sedikit lebih menarik dan bertambah kompleks jika keadaan korporat sudah sedemikian rupa dengan bertambahnya kantor cabang, berkembangnya jaringan distribusi, atau luasnya cakupan wilayah pemasaran yang baru.

Ada lightning yang coba saya sampaikan dalam tukar pikiran ini bahwa ada beberapa peran dan kontribusi penting yang dapat dilakukan oleh internal audit dalam perusahaan yang sedang dalam masa pertumbuhan dan masa ekspansi, sebagian besar diantaranya adalah :

  • Pertama, internal audit team will be tasked to design & implement SOP (Standard Operating Procedures) for various business processes and post implement follow up. Pembukaan jaringan pemasaran baru, ambilah sebuah contoh dapat menimbulkan keharusan bagi suatu perusahaan untuk mendirikan kantor cabang baru dengan tujuan mendekatkan pelayanan atau distribusi barang. Tantangan akan langsung menyambut tatkala engine sudah distart manajemen. Dari mulai pelaksanaan Studi Kelayakan Bisnis (SKB), marketing mapping, persiapan sumber daya manusia dan post handling, budgeting pendanaan cabang (capex), rancangan revenue dan opex cabang, sampai kepada persiapan logistik merupakan hal baru yang harus dihadapi oleh manajemen. Mau tidak mau, suka tidak suka, take it or leave it itu semua tersebut harus dijalankan. Apalagi untuk perusahaan-perusahaan dengan kategori "baby boomers" yakni perusahaan yang sudah berjaya di pasar lokal namun dengan sukarela meninggalkan zona aman untuk menggapai sesuatu yang lebih baru dan lebih menantang. Internal auditor berperan aktif untuk membuat analisa standar operasi apa yang harus di create untuk memberikan pedoman pelaksanaan bagi hal baru tersebut. Harus seiring sejalan dengan slimming, fast, dan flexible corporate standar operasi yang akan dirumuskan harus nyaman tanpa meninggalkan faktor keamanan. Ekspansi yang dilakukan membutuhkan kawalan dan dokumentasi dari standar operasi yang harus dituliskan secara tepat oleh manajemen korporasi pusat.
  • Kedua, develop company's system to grow an effective and efficient environment. Tujuan akhir untuk memperoleh laba sebesar-besarnya melalui kinerja keuangan secara sederhana dapat diperoleh dari 2 jalur yakni meningkatkan omset sehingga berujung kepada naiknya pendapatan dan mengatur biaya sehingga biaya yang dikeluarkan dapat tepat cara (efektif) dan tepat nilai (efisien). Pemborosan harus selalu dapat dihindari dalam setiap aktivitas. Pemborosan sendiri bisa dimaknai dengan aktivitas yang kita lakukan dengan mengorbankan sumber daya waktu, sumber daya dana, ataupun sumber daya tenaga yang tidak mendatangkan manfaat bagi operasional perusahaan. Merupakan tugas internal audit untuk memastikan bahwa semua lapis dalam sebuah entitas korporat menjalankan fungsinya dengan efisien dan efektif. Memberikan opini tentang tingkat efisiensi dan efektifitas sekaligus memberikan alternatif peningkatannya apabila dipandang perlu harus selalu dilakukan oleh internal audit. Pandangan ini bisa didasarkan atas penilaian nominal yakni biaya yang dapat ditekan atas aktivitas operasional yang tidak efisien. Pandangan yang lain bisa juga bertautan dengan penghematan yang dapat dilakukan terhadap aspek waktu pelaksanaan sebuah fungsi, kuantitas dan kualitas sdm yang dibutuhkan, kecepatan kerja, tools bagi sdm ataupun teknologi informasi yang dipergunakan terhadap beberapa aktivitas yang seharusnya dapat berjalan dengan lebih efektif. Efektif dan efisiensi mau tidak mau harus menjiwai atas setiap sistem kerja yang dibangun. Inipun harus ditunjang dengan keharusan manajemen untuk selalu melakukan refresh kepada semua lini tentang pentingnya efektifitas dan efisiensi. Kita harus sadar, apabila pendapatan susah sekali didongkrak disebabkan multifaktor yang terjadi hal yang paling mudah dan cepat dilakukan oleh internal perusahaan adalah melakukan kendali atas operational expenditure yang dikeluarkan dan menimbang sekritis mungkin terhadap capital expenditure yang akan dibelanjakan.
  • Ketiga, monitor corporate audit service issue closure. Perkembangan tentang pengetahuan dan referensi mengenai corporate audit service secara pesat terus berkembang, terutama bagi perusahaan konglomerasi yang melakukan diversifikasi operasional dengan membentuk perusahaan-perusahaan baru atau membeli perusahaan-perusahaan yang tidak ada hubungan sebelumnya dengan core bisnis korporasi. Ekstensifikasi korporasi ini harus diimbangi pula oleh internal audit dalam pengembangan kemampuan diri (self ability) agar tetap dapat berperan maksimal seiring dengan perubahan pola bisnis, modus operandi kecurangan, proses yang disefisiensi, perubahan perlakuan akuntansi, perubahan kebijakan perpajakan atau terhadap issue-issue expertise lainnya. Ketajaman analisa yang menjadi andalan utama internal audit harus terus diberi sparing partner dengan dihadapkan kepada kasus-kasus atau problematika kalau tidak ingin ketajaman tersebut terdilusi dengan semakin kompleksnya problematika manajemen.
  • Keempat, To review business process in certain functions/divisions. Langkah perencanaan telah membawa manajemen menetapkan secara pasti fungsi kerja dari masing-masing divisi. Fungsi kerja dapat dibreak-down ke dalam beberapa bagian kecil yang akhirnya bersatu dan bersimpul untuk membuat sebuah rangkaian proses bisnis. Dengan telah menetapkan secara pasti, korporat mempunyai pedoman yang jelas bagaimana sebuah roda unit kerja digerakkan. Aktivitas unit kerja akan membangun gerak yang terjadi di divisi. Selanjutnya gerak divisi akan menjadi bagian utama dari operasional departemen. Operasional departemen berperan utama menopang proses bisnis keseluruhan dari satu entitas korporat. Dari bagian yang paling besar sampai unit terkecil dibuat pedoman perencanaan yang akan menuntun dan mengarahkan tujuan korporat. Di sinilah peran internal auditor untuk memberikan assesment terhadap proses yang berjalan. Pedoman perencanaan tentunya telah disepakati secara bersama oleh top manajemen dan bahkan dalam beberapa kesempatan turut pula andil komisaris untuk menentukan detil proses bisnis yang akan dilakukan. Pedoman perencanaan yang telah disepakati tersebut akan menjadi guidelines bagi internal auditor untuk mengontrol dan melakukan review seberapa jauh proses bisnis telah dijalankan sesuai dengan pedoman yang diberlakukan dan ditetapkan.
  • Kelima, the adequacy of internal controls and risk management, and verifying compliance with internal system. Internal kontrol yang memadai harus dipunyai oleh setiap korporat yang mempunyai banyak sekali aktivitas operasional di dalamnya. Aktivitas tersebut didasarkan atas tujuan dari berbagai elemen yang telah ditetapkan. Dibutuhkan rangkaian dinamis sistematis untuk memastikan semua elemen tersebut berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Peran dari risk managementlah yang akan mengatur seberapa besar risiko dari satu aktivitas yang akan berimbas kepada ditentukannya syarat kualitas SDM, kebutuhan alat kerja maupun ketat atau longgarnya protap yang harus dibuat. Manajemen menetepkan risk management untuk mengalokasikan sumber daya keuangan semaksimal mungkin dan mengurangi seminimal mungkin adanya kejutan-kejutan yang tidak diharapkan . Dalam mengalokasikan sumber daya tersebut risk management menuntun korporasi untuk hanya mengalokasikan investasi atau mendapatkan sumber penghasilan dari aktivitas yang secara tepat dapat diukur risikonya. Dalam lembaga keuangan, sangat penting untuk mengetahui dan memahami kemana arah portofolio pembiayaan dan investasi sehingga dapat melakukan penilaian secara mendalam untuk meminimalisasi risiko yang terjadi.
  • Keenam, inspects items in books of original entry to determine if accepted accounting procedure was followed in recording transactions. Merupakan suatu kebutuhan manajemen pula untuk mendapat analisa dari monitoring yang dilakukan terhadap aktivitas keuangan sehingga didapat kepastian bahwa angka yang disajikan kepada jajaran manajemen bebas dari salah saji yang material. Target pendapatan dan biaya kerap kali diambil dari kondisi keuangan terakhir sebagai perwakilan dari prinsip anggaran cost history dan cost budgeting, sehingga asas tepat saat, tepat jumlah dan tepat tempat merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi angka-angka yang akan disajikan. Kelaziman terjadinya, dicatat dan dilaporkannya satu transaksi terhadap kesesuaian dengan prinsip SAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berlaku juga harus dikawal dengan baik. Perlakuan dan pencatatan terhadap aktiva produktif, aktiva tetap, terhadap umur piutang, alokasi pembebanan bulanan terhadap goodwil, franchise, patent, dan copyright, ataupun pengakuan kewajiban jangka pendek adalah sedikit dari banyak hal yang harus dicatat dan disajikan secara lazim dan layak. Tak ketinggalan pula termasuk bagian terpenting yakni berkaitan dengan praktek akuntansi berbasis syariah yang diwujudkan antara lain dalam pengawasan komponen penghitung bagi hasil, waktu distribusi bagi hasil, pengakuan terhadap cash basis revenue, prinsip pencatatan piutang dalam skim murabahah, dan lain sebagainya.
  • Ketujuh, verifies compliance of taxation issues and its operating procedure according to internal policy. Satu lagi additional value dari internal auditor untuk mengawal update tentang informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Pajak yang berkaitan dengan korporasi jauh lebih kompleks daripada permasalahan pajak yang berkaitan dengan perusahaan sederhana (tanpa kantor cabang apalagi luar daerah, belum punya jenis usaha lain, bentuk perusahaan perseorangan atau perseroan komanditer, atau belum listing di bursa). Beberapa peraturan perubahan pajak terkini misalnya tentang Ketentuan Umum Pekerjaan (KUP), ketentuan Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam PPh Ps 23, Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu harus segera diupdate oleh internal auditor untuk mengukur sejauh mana tingkat ketataan korporasi terhadap peraturan perpajakan dan sejauh mana korporasi bisa memanfaatkan tax insentif yang diberikan oleh pemerintah. Seiring dengan kebijakan desentralisasi beberapa kebijakan berkaitan dengan pajak daerah juga harus terus diamati, bisa jadi di kantor cabang yang satu pengenaan pajak daerahnya berbeda dengan kantor cabang yang lain. Ada hal menarik yang perlu dicermati oleh pelaku ekonomi syariah bahwa dalam RUU PPh yang baru ditetapkan secara eksplisit bahwa pendapatan dari usaha yang berbasis syariah tidak dikecualikan dari pendapatan yang tidak dikenai pajak. Issue lain antara lain pengenaan PPN berganda atas barang-barang murabahah, pengenaan PPN atas jual beli dirham dan dinar, pengenaan PPN terhadap penjualan sukuk, pengenaan PPh terhadap bagi hasil yang diperoleh oleh lembaga FOZ dan beberapa lainnya juga tidak boleh luput dari pantauan internal auditor.
  • Kedelapan, consultative function for the board of management. Karena memahami secara konseptual dan strategis semua aspek operasional perusahaan internal audit harus dikembangkan menjadi sebuah tempat yang konsultatif untuk berbagai macam persoalan yang dihadapi oleh manajemen. Melalui cara inilah internal audit dapat berfungsi pula sebagai cache engine terhadap pemecahan masalah-masalah yang relatif sama.
Dari paparan di atas satu hal yang ingin saya komunikasikan dengan pembaca adalah keberadaan pendapat saya tentang tema sentral mengenai kontribusi internal auditor dalam manajemen modern. Bahwa kita sudah harus menyadari bahwa bisnis telah membawa transformasi luar biasa dalam berbagai bidang ilmu dan kemampuan profesional. Bahwa dulu auditor dikenal dengan stempel tukang periksa, identik dengan kata-kata "pengawasan", "kecurangan", "pemeriksaan" dan kata-kata lainnya yang bisa membawa energi negatif baik bagi untuk dirinya sendiri maupun lingkungan kerjanya. Saya dapat merasakan hal itu dengan langsung ketika menjadi eksternal auditor di sebuah KAP selang kurun waktu 3-4 tahun. Melalui wacana ini saya ingin membangun satu buah pembaruan ataupun paling tidak berada dalam pembaruan profesionalitas bahwa internal audit terutama sudah harus menyesuaikan dengan pola bisnis yang terus mengalami kristalisasi sampai entah kapan. Korporasi tentu berusaha akan selalu bergerak cepat dan tajam, dan dalam kecepatan gerak dan langkah tersebut perlu dikawal dan dijaga oleh internal auditor melalui beberapa kontribusi yang dapat dilakukan seperti pemaparan saya di atas.

Baca Lanjutannya...

Sunday, June 10, 2007

Displaced Financing Risk Bagi Lembaga Keuangan (Perbankan) Syariah

Sebenarnya topik ini belum terdaftar dalam urutan materi yang akan saya wacanakan dalam blog, namun karena kemarin kesasar harus menjawab pertanyaan fresh gaduate waktu diskusi di kampus akhirnya saya putuskan untuk menulis tema ini di blog. Pertanyaannya adalah kenapa portfolio di bank syariah didominasi oleh murabahah dan ijaroh daripada musyarokah dan mudharabah, mungkin sesudah melihat neraca beberapa bank syariah atau unit usaha syariah beberapa waktu sebelumnya sehingga dia dapat bertanya seperti itu. Sebenarnya kondisi ini sudah berlangsung lama sehingga kadang mencuat sanggahan kepada mereka pelaku perbankan syariah kenapa tidak berani mengambil risiko untuk melakukan pembiayaan dengan skema bagi hasil daripada pembiayaan dengan skema margin/markup. Kalau saya melihat beberapa financial statement bank syariah dan unit usaha syariah memang terjadi perbedaan prosentase yang cukup besar antara pembiayaan yang dilakukan dengan pembiayaan dengan skema margin (murabahah dan ijaroh)dibanding dengan pembiayaan dengan basis akad bagi hasil (mudharabah dan musyarokah).

Sebagai contoh audited financial statement PT Bank Syariah Mandiri (BBSM-JSX) yang telah diaudit oleh Registered Public Accountant, pada tahun buku 2006 jumlah piutang murabahah Rp 4,188 triliun sedangkan jumlah pembiayaan mudharabah bersih setelah dikurangi dengan penyisihan kerugian Rp 1,107 triliun dan jumlah pembiayaan musyarokah bersih setelah dikurangi dengan penyisihan kerugian menunjukkan angka Rp 1,481 triliun. Sehingga dengan komposisi aktiva produktif tersebut komposisi pendapatan yang tersaji dari basis pembiayaan jual beli sebesar Rp 510 miliar, sedangkan pendapatan yang diperoleh dari bagi hasil senilai Rp 310 miliar. Namun demikian sebenarnya keadaan sekarang ini sudah lebih baik daripada dahulu pada awal pembiayaan syariah diluncurkan. Seiring dengan waktu, sedikit demi sedikit bank mulai berani mengucurkan pembiayaan dengan pola investasi dan tidak melulu dengan pola jual beli atau sewa.

Kembali, showing yang saya coba ungkap dalam tema ini adalah mengapa lembaga keuangan syariah terutama perbankan syariah lebih nyaman bila menyalurkan portfolio dana nasabahnya melalui pembiayaan dengan akad jual beli atau sewa.
  • Pertama, dalam skema bagi hasil bank mempunyai risiko sangat tinggi untuk sama sekali tidak menerima bagi hasil dari nasabah yang dibiayainya. Hal ini dapat terjadi jika usaha nasabah yang dibiayai mengalami kerugian, meskipun bank masih berhak atas pengembalian pokok pinjaman. Akad musyarokah dan mudharabah menempatkan bank pada posisi yang berisiko karena secara syar’i yang dituangkan dalam akad, bank harus siap pula menanggung kerugian terhadap usaha nasabah yang dibiayainya. Namun demikian meskipun belum dikategorikan sebagai pembiayaan macet karena asumsinya nasabah masih dapat membayar pinjaman pokok, dari sisi ekonomis kerugian yang dimaksudkan oleh bank adalah dari sudut pandang waktu dan energi yang telah dikeluarkan. Demikian pula bank mengalami kerugian dalam bentuk kehilangan kesempatan lending kepada nasabah yang lain yang mempunyai prospek lebih bagus atas dana yang sama.
  • Kedua, dalam akad murabahah dan ijaroh bank memiliki proyeksi estimasi yang tinggi terhadap keuntungan yang akan diraihnya. Karena atas akad yang telah disepakati, prinsip murabahah mengijinkan untuk mengambil keuntungan atas barang yang dijual oleh bank kepada nasabah. Meskipun barang tersebut sebenarnya dipakai untuk usaha namun jika usaha yang dilakukan oleh nasabah mengalami penurunan, secara syar’i bank masih mempunyai hak atas keuntungan terhadap penjualan barang tersebut. Demikian pula atas prinsip ijaroh yakni sewa, bank memperoleh kepastian lebih besar untuk menangguk untung melalui angsuran pembayaran sewa setiap bulan yang diberikan oleh nasabah. Dalam akad sewa beli semasa belum lunas, maka hak kepemilikan barang tetap ada pada bank dan nasabah membayar biaya sewa bulanan. Namun ketika tenor pembiayaan sudah jatuh tempo maka kepemilikan barang berpindah ke nasabah. Dengan demikian semasa tenor pembiayaan belum selesai, bank memiliki kepastian yang lebih besar secara akad syar’i untuk mendapat keuntungan melalui uang sewa yang didapatnya.
  • Ketiga, atas keadaan tersebut di atas para pejabat marketing bank mulai dari level AO, Kabag. Marketing, Credit Remedial atau pejabat marketing lainnya lebih senang mengarahkan pembiayaan ke arah akad murabahah atau ijaroh, karena selain risikonya lebih rendah juga tidak membutuhkan penilaian kelayakan usaha yang dianggap terlalu ribet, membuang waktu dan membutuhkan kemampuan analisa tersendiri. Untuk memproses pembiayaan berbasis musyarokah dan mudhorobah memang relatif lebih lama dari segi waktu dan lebih membutuhkan energi yang lebih banyak. Karena harus mendalami benar kelayakan usaha yang akan dibiayai untuk menghindari risiko pembiayaan menjadi bermasalah atau setidaknya bank memperoleh keyakinan akan bagi hasil yang diproyeksikannya.
  • Keempat, akad murabahah dan sebagian ijaroh disasarkan kepada pembiayaan yang bersifat konsumtif. Pembiayaan konsumtif banyak diarahkan kepada nasabah berpendapatan tetap yang diwakili oleh karyawan atau pegawai negeri. Bahwa memang benar perbankan telah mengukur risiko yang akan dihadapi dengan menganggap nasabah berpendapatan tetap lebih kecil kemungkinannya untuk gagal bayar (default). Dibangun oleh analisa bahwa karyawan atau pegawai negeri sipil mempunyai pendapatan yang tetap setiap bulannya sehingga alokasi pengeluarannya pun relatif tidak akan bergejolak, merupakan salah satu elemen penilaian risk management. Berbeda dengan pembiayaan dengan akad musyarokah atau mudhorobah yang nilai bagi hasilnya bisa naik turun sesuai dengan pendapatan usaha yang diterima oleh nasabah. Pola re-payment seperti ini dianggap lebih berisiko bagi perbankan karena fluktuatifnya nilai keuntungan menyebabkan perbankan lebih sulit untuk forecasting pada pembiayaan model bagi hasil.
  • Kelima, lembaga keuangan syariah terutama mikro syariah terkadang memiliki sedikit keraguan terhadap besaran pendapatan usaha yang dilaporkan oleh nasabah yang nantinya akan dibagihasilkan. LKS yang tidak dapat memonitor operasional terutama kinerja keuangan nasabahnya cenderung akan menerima begitu saja nilai bagi hasil yang diperolehnya. Apalagi kalau ternyata LKS tidak begitu menguasai jenis usaha yang dibiayainya. Sehingga cukup beralasan pula dari segi risk manajemen apabila LKS sangat-sangat selektif untuk memilih jenis usaha yang akan dibiayai, karena adanya tuntutan untuk bisa menguasai seluk beluk jenis industri tersebut sehingga tidak dapat dibohongi begitu saja terhadap perhitungan bagi hasil yang disajikan oleh nasabahnya.
Namun demikian keadaan sekarang telah berubah sedikit demi sedikit karena perbankan syariah sudah mulai lebih berani mengaplikasikan konsep bagi hasil dalam pembiayaan yang diberikan. Seperti data yang dirilis berdasarkan data statistik bank sentral pembiayaan konsumsi menurun sejak bulan Februari 2007. Saat itu kredit konsumsi mencapai Rp 5,96 triliun, namun pada Maret turun menjadi Rp 5,46 triliun dan pada April kembali melandai menjadi Rp 5,33 triliun. Sementara kredit investasi serta modal kerja terus mengalami peningkatan. Pembiayaan investasi naik dari Rp 4,32 triliun bulan Maret menjadi Rp 4,64 triliun pada April. Kemajuan pembelajaran nampaknya telah dialami oleh para punggawa pembiayaan dengan telah diresapnya dengan baik risk management sehingga pola pengukuran risiko nasabah bisa diketahui dengan lebih tajam, mudah dan akurat.

Mungkin akibat didorong pula oleh kebijakan pemerintah yang selalu mendorong perbankan untuk melaksanakan fungsi intermediasi sepenuhnya membuat perbankan syariah lebih terdorong secara moral untuk bergerak lebih cepat. Pembiayaan usaha yang disalurkan akan tetap selektif dikarenakan selain tuntunan risk management juga tuntutan syar'i bahwa pembiayaan yang diberikan harus diinvestasikan kepada jenis usaha atau industri yang terbebas dari unsur haram baik dari sudut pandang produk, cara memproduksi, maupun cara pemasaran. Akhirnya kita dapat berharap optimis terhadap perbankan syariah untuk menjadi leader bagi kalangan perbankan lainnya guna memberikan pembiayaan investasi/modal kerja daripada sekedar pembiayaan berbasis konsumtif.

Baca Lanjutannya...
Template Designed by Douglas Bowman - Updated to New Blogger by: Blogger Team
Modified for 3-Column Layout by Hoctro